SEMAKIN banyak berbicara, semakin terlihat kejahilannya. Itulah ciri khas kelompok liberalis. Setidak-tidaknya, itu diperlihatkan Ulil Abshar Abdalla dalam acara “Debat Kontroversi kedatangan Obama” di studio TVOne, Jakarta, Rabu (17/3/2010).
Dalam debat bertema “Obama Disayang Obama Ditentang” itu dihadiri dua kubu yang saling berseberangan. Dari pihak yang mendukung kedatangan Obama ke Indonesia, tampil dua narasumber: Ulil Abshar (Jaringan Islam Liberal) dan Effendy Choirie (Partai Kebangkitan Bangsa), sedangkan dari pihak yang menolak Obama diwakili oleh dua narasumber: Ismail Yusanto (Hizbut Tahrir Indonesia), Ali Mocthar Ngabalin (Partai Bulan Bintang).
Debat yang disiarkan secara langsung mulai pukul pukul 19.30 WIB itu dibagi dalam dua sesi yang diselingi dengan berbagai iklan. Pada sesi pertama, Ismail Yusanto berdebat dengan Ulil Abshar, disusul dengan debat sesi kedua antara Ali Mochtar Ngabalin dengan Effendy Choirie.
Ulil Abshar berapi-api menyatakan dukungannya terhadap rencana kedatangan Obama ke Indonesia, dengan ungkapan khas Arab “ahlan wa sahlan bihuduri Obama.”
Sebagai anak didik Amerika, agaknya bisa dimaklumi bila Ulil sangat memuji Obama dan Amerikanya. Mungkin itulah apresiasi balas jasa yang dipersembahkan kepada negara yang telah memberikan beasiswa program magister di Universitas Boston, dan studi tingkat PhD di Department of Near Eastern Languages and Civilizations di Universitas Harvard.
Tapi Ulil –yang lama hidup di negara Amerika– itu menjadi sangat tidak wajar jika ia tidak tahu tentang Amerika. Berangkat dari ketidaktahuan itulah, Ulil memuji Amerika sembari menghina Islam, lalu menganjurkan umat Islam supaya belajar (baca: berkiblat) ke Amerika dalam mengatasi masalah diskriminasi.
“Ada pelajaran penting yang bisa diambil dari pengalaman Obama di Amerika.
Ini luar biasa. Jadi orang Islam harus belajar bagaimana mereka mengatasi diskriminasi. Di dalam negara Islam itu diskriminasi masih banyak sekali,” kata Ulil.
Tak puas menyebut kaum Muslimin sebagai negara yang kaya diskriminasi, menantu Kiyai Mustafa Bisri ini bahkan menyebut dunia Islam paling banyak mengoleksi pelanggaran HAM.
…Pelanggaran HAM paling banyak di dunia Islam. Umat Islam harus belajar kepada Amerika, tegas Ulil…
“Pelanggaran HAM paling banyak itu di dunia Islam. Umat Islam harus belajar. Ada hal positif yang bisa diambil dari Amerika,” tegasnya.
Menanggapi tudingan Ulil terhadap umat Islam, Ismail Yusanto menjawab dengan santai. Juru bicara HTI ini tidak membantah langsung, tapi membandingkan pendapat Ulil yang bertolak belakang dengan data Amnesti Internasional.
“Itu tadi menurut Ulil. Bahwa pelanggaran HAM itu paling banyak di negeri Islam. Tapi menurut Amnesti Internasional, pelanggaran HAM terbesar di dunia itu Amerika, yang sekarang presidennya Barrack Obama,” jelas dia.
“Mana yang lebih kredibel, Saudara Ulil atau Amnesti Internasional?” tanya dia.
Ulil nampak kaget dan tidak percaya dengan pernyataan jubir HTI itu. Ulil rupanya belum pernah membaca data Amnesti Internasional bahwa Amerika adalah pelaku pelanggaran HAM terbesar di dunia. Ulil pun tidak terima jika bapak asuhnya disebut sebagai pelanggar HAM terbesar di dunia.
“Saya minta dibuktikan kalau data itu ada,” protes dia.
“Silakan, itu sudah berulangkali dilansir di media,” jawab Ismail.
Ulil yang belum membaca data itu, spontan berkata, “Saya sih nggak percaya!”
Pada debat sesi kedua, meski yang dihadapinya bukan Ulil, tapi Ali Mukhtar Ngabalin masih menyempatkan untuk menyindir Ulil. Tidak terima umat Islam disuruh belajar kepada Amerika untuk mengatasi diskriminasi dan pelanggaran HAM, salah satu pendiri Gerakan Indonesia Bersih (GIB) ini menyemprot Ulil agar jangan menjadi “jongos” Amerika, sembari mengutip petuah Bung Karno.
“Ingat pesan Soekarno, kita boleh berteman dengan Amerika, tapi jangan mentang-mentang menerima beasiswa dari Amerika, kemudian menjadi jongos Amerika!” tegasnya.
…Jangan mentang-mentang menerima beasiswa dari Amerika, kemudian menjadi jongos Amerika!” tegas Ali Mochtar…
Ia juga mengingatkan agar para intelektual tidak berpikir picik menjadi boneka Amerika hanya karena dapat beasiswa dari Amerika.
“Jangan mentang-mentang belajar di Amerika kemudian menjadi corong Amerika, menjadi boneka,” ujarnya.
Mantan anggota DPR RI dari PBB ini juga memperingatkan bahwa sejak dulu kedatangan presiden Amerika ke Indonesia tidak pernah membawa manfaat bagi Indonesia, malah memperluas jajahannya. Antara lain Obama datang ke Indonesia dalam rangka evaluasi terhadap kontrak kerja Freeport, Chievron, ExxonMobil, dll. Kembali, ia mengingatkan petuah Bung Karno.
“Soekarno pernah mengajarkan kepada kita, Amerika itu tidak pernah menawarkan sesuatu yang baik kepada negara-negara berkembang atau dunia ketiga. Itu sebabnya, Amerika harus kita setrika, Inggris kita linggis! Masak kita intelektual masak berpikir sepicik itu?” pungkasnya.
Amnesti Internasional: AS Terbanyak Langgar HAM dalam 50 tahun terakhir
AMNESTI INTERNASIONAL
Dalam konferensi pers di London (26/5/2004), Amnesti Internasional, sebuah LSM HAM internasional yang berbasis di London ini melaporkan bahwa Amerika Serikat (AS) adalah pelaku pelanggaran HAM terburuk di seluruh dunia, selama 50 tahun terakhir, sejak negara adidaya itu mengeluarkan kebijakan perang terhadap terorisme dan invasinya ke Iraq. Berita ini dilansir berbagai media internasional semisal AFB, BBC, dan lain-lain.
Sekjen Amnesti International, Irene Khan mengatakan, negara-negara berkuasa yang menyumbangkan pasukan tentara untuk Iraq telah mengabaikan hukum internasional dengan mengorbankan HAM secara `membabi-buta’ atas nama keamanan.
“Agenda keamanan dunia yang diperjuangkan oleh AS tidak mempunyai visi dan prinsip yang jelas,” kata Irena.
“Perbuatannya melanggar HAM di negara sendiri, sikapnya menutup mata terhadap insiden-insiden dan penyiksaan di luar negeri serta penggunaan kekerasan pasukan dengan sewenang-wenang telah menggugat keadilan serta menjadikan dunia ini lebih berbahaya,” katanya.
Laporan tersebut juga mengungkapkan butir-butir terperinci mengenai pembunuhan warga sipil oleh pasukan penjajah AS di Iraq dan juga mengenai siksaan yang pasukannya atas tahanan Iraq.
…Lebih dari 600 warga negara asing ditahan tanpa tuduhan yang jelas atau proses hukum, di penjara Guantanamo, Kuba. AS juga menahan sejumlah tawanannya di beberapa lokasi yang tidak diketahui…
Invasi dan penguasaan wilayah Iraq oleh otoritas yang dibentuk negara-negara koalisi, menyebabkan ribuan orang di Iraq ditahan. Laporan itu juga menyebutkan, ratusan orang dari sekitar 40 negara, dipenjarakan AS tanpa proses hukum di Afghanistan.
Laporan Amnesti International itu juga menyentil sikap AS terhadap ratusan orang dari berbagai belahan dunia yang terus ditahan oleh AS tanpa dakwaan di Guantanamo, Kuba.
“Lebih dari 600 warga negara asing ditahan tanpa tuduhan yang jelas atau proses hukum, di penjara Guantanamo, Kuba. Mereka tidak diberi akses ke keluarga atau ke penasihat hukum. Orang-orang ini ditahan atas dugaan terkait dengan Al-Qaeda. Selain di Guantanamo, diduga AS menahan sejumlah tawanannya di beberapa lokasi yang tidak diketahui,” papar laporan tersebut.
Irene menyatakan, perang terhadap terorisme seharusnya dibarengi dengan upaya melindungi hak asasi manusia, tapi pada kenyataannya, kampanye antiterorisme dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, saling bertentangan.
Irena mengatakan, dunia telah melihat kenyataan yang sebenarnya, setelah foto-foto penyiksaan dan pelecehan di penjara Abu Guraib tersebar di masyarakat luas. Ini adalah konsekuensi logis, dari perburuan yang membabi buta yang dilakukan AS sejak peristiwa 11 September. AS telah mengabaikan dan menempatkan dirinya diluar sistem hukum yang ada.
…AS telah kehilangan moral dan potensinya untuk melakukan segalanya dengan cara yang damai, kata Irene…
“AS telah kehilangan moral dan potensinya untuk melakukan segalanya dengan cara yang damai,” kata Irene dalam keterangan persnya di London.
Amnesti Internasional menyatakan, pihak Departemen Kehakiman AS telah mengakui ada problem besar dalam menangani ratusan tahanan warga negara asing sejak peristiwa 11 September.
Selain tidak memberikan akses pada keluarganya, AS juga tidak memberi akses agar para tahanan bisa didampingi pengacara agar proses hukumnya bisa segera dilakukan. Selain itu, bukti-bukti menunjukkan adanya pola penyiksaan fisik maupun verbal yang dilakukan oleh para penyidik.
Amnesti Internasional juga memaparkan pelanggaran Ham lainnya yang dilakukan AS, antara lain, penahanan sekitar 6.000 anak-anak migran dengan tuduhan melakukan kenakalan remaja. Anak-anak ini ditahan sampai berbulan-bulan.
Disamping itu, polisi dan penjaga penjara di AS, telah menyalahgunakan senjata dan menggunakan bahan kimia terhadap para tahanannya, yang menyebabkan kasus tewasnya sejumlah tahanan di penjara AS.
…Amnesti Internasional juga memaparkan pelanggaran Ham lainnya yang dilakukan AS, antara lain, penahanan sekitar 6.000 anak-anak migran dengan tuduhan kenakalan remaja, sampai berbulan-bulan…
Amnesti Internasional juga mengkritisi penerapan hukuman mati di AS. Sepanjang tahun 2003, sudah 65 orang yang menjalani hukuman mati di AS. Total, sudah ada 885 orang yang menjalani hukuman mati sejak AS menerapkan kembali hukuman itu pada tahun 1976. AS dinilai juga telah melanggar aturan internasional dalam menerapkan hukuman mati ini, karena telah mengenakkannya pada anak dibawah umur 18 tahun.
Yang paling hangat, Amnesti Internasional, mengkritik AS karena berupaya mendapatkan kekebalan hukum dari pengadilan internasional bagi tentaranya yang melakukan kejahatan perang. [taz/dari berbagai sumber]
suber : voa-islam
http://mpiuika.wordpress.com/2010/03/18/ulil-jil-dunia-islam-paling-banyak-melanggar-ham-harus-berguru-pada-obama/